Monday, November 11, 2013

Jelajah Sarangan

Satu dari berjuta kenikmatan adalah menikmati alam yang diciptakan tuhan. Seperti hari ini, tuhan memberiku kesempatan menikmati indah ciptaannya berupa deretan gunung, birunya langit, dan luasnya danau yang jika digabungkan akan menjadi pemandangan yang sangat mempesona. Aku dan kakak-kakak terkasihku sedang berada di telaga Sarangan, sebuah danau yang terletak di perbatasan Jawa Timur dan Jawa tengah, tepatnya di kabupaten Magetan.

Telaga Sarangan berada di lereng sebelah timur gunung Lawu. Telaga ini dikelilingi gunung-gunung yang tentunya sangat memanjakan mata. Surga bagi penikmat pesona alam sepertiku dan pecinta fotografi seperti kakakku. Ditambah lagi cuaca yang begitu cerah membuat birunya langit tampak luar biasa. How wonderful god creation is. Sumpah, luar biasa indah. look at these!

Danau indah nan luas,  #picture by Rudra

Gunung yang kokoh menjulang,   #picture by Rudra

dan hutan yang cukup menantang.   #picture by Rudra


By the way, ada pulau kecil juga lho di tengah danau. Menurut warga sekitar, di pulau tersebut terdapat makam yang konon adalah makam Larasati. Sebagian orang malah menjadikan makam tersebut sebagai tempat mencari pesugihan. Begitu cerita bapak yang mengantar kami mengitari pulau.

The little island    #picture by Rudra

Mengagumi indahnya pesona alam yang luar biasa dengan bersantai di bawah pohon sambil menikmati sate ayam dan kelinci, makanan khas daerah ini. Tak lupa ditemani wedang ronde yang membuat hangat pagi hari. Sebelumnya kami sudah mengelilingi danau menggunakan boat. Bisa juga menggunakan kuda, atau berjalan kaki seperti kakakku yang rela ber-capek-ria demi objek sang kamera.


my niece, Ella in action
on board

See, guys... indah banget bukan. Mirip di luar negeri, padahal, this is wondeful Indonesia. Gak usah jauh-jauh ke luar negeri kalo' cuma ingin menikmati indahnya alam. Karena tuhan sudah berbaik hati menciptakannya di negeri kita tercinta, Indonesia. Ngomongin telaga Sarangan, check these out, pemandangan di luar telaganya aja luar biasa,,, jalan menuju ke telaga, sampai di sekitar parkirannya pun tetap mempesona. Awesome!


my brother, Rudra, lagi di tepi parkiran nih
amazing view near by Sarangan   #picture by Rudra
lovely family, still in the parking area


Ehmm.., saranku nih. Jangan ke luar negeri dulu deh sebelum puas menikmati alam sendiri. :) . See you in another travel, guys. 


Written on August 18, 2013

Wednesday, September 4, 2013

Dalam Diam

diam, mencurigakan
diam, dipertanyaan
diam, memancing penasaran
diam, diperbodohkan

diam penuh kebisingan
celotehan hati dan pikiran
menyatu, kadang saling bersahutan
mengungkap yang tak terucapkan

diam, bukan pemalu
diam, bukan tak tahu
diam, punya alasan
diam, hanya pilihan

banyak cerita dalam diam
ada tangis
ada tawa
banyak rahasia

ada saat dimana mulut harus terbungkam
karena tidak semua harus diungkapkan
biarkan mata, hati, pikiran yang memutuskan
yang lain hanya perlu diam

Saturday, May 25, 2013

Sedang Di Gunung

Aku sedang di gunung,
tidak mendaki, melainkan menunggangi kuda besi.

Aku sedang di gunung,
bukan camping, hanya traveling.

Aku sedang di gunung,
bukan di tengah hutan, tapi di pemukiman.

Aku sedang di gunung,
tak ada air terjun atau air mancur, yang ada hanya air yang dipancurkan, dari kran.

Aku sedang di gunung,
tak ada api unggun, hanya ada neon di atas ubun-ubun.

Aku sedang di gunung,
ku temui pohon-pohon tinggi, tapi kalah tinggi dengan tower IM3.

Aku sedang di gunung,
tak lagi sejuk dan dingin.

Aku sedang di gunung,
tapi banjir.

Aku sedang di gunung,
tapi macet, polusi.

Aku sedang di gunung.
Aku, sedang di gunung.
Aku sedang di gunung, tapi.,
Apa aku sedang di gunung?

Sunday, May 12, 2013

Menyoal Cinta

Pernah jatuh cinta? Aku hanya bisa tersenyum mendengar kalimat itu. Cinta. Mungkin sudah lama aku tidak jatuh cinta. Atau aku sedang merasakannya? Sekilas terbayang sosok laki-laki tampan yang tiba-tiba muncul saat aku menggumamkan kata itu. Entah Mengapa. Masih ku ingat jelas, senyumnya, tatap matanya. Ah, apa ini cinta? Entahlah.

Cinta, cinta, dan cinta. Jujur aku tak pernah mengerti apa sebenarnya cinta. Waktu kecil dulu, saat kakak tingkat di sekolah memberi ku secarik kertas bertuliskan kata cinta, aku malu, tapi senang. Aku tahu itu bukan cinta, itu hanya suka. Beranjak sedikit dewasa, saat terbiasa menggunakan kata cinta dengan seseorang, selalu ku merasakan sesuatu saat dia menghilang, di dekatnya aku tenang, dan  inginku selalu membuatnya senang. Apa itu cinta? atau sekedar sayang? apa beda cinta dan sayang?

Lalu, saat aku tergila-gila akan sesuatu, seperti pada langit yang biru itu. Semuanya tiba-tiba menjadi biru. Kamar biru, baju biru, tas biru, sepatu biru, laut, sampai klub sepakbola kesayanganku pun menjadi biru. Semua yang biru aku buru. Aku bilang, aku jatuh cinta kala itu. Apa benar cinta seperti itu? Tidak, tidak. Aku kira ini bukan cinta, hanya maniak saja.

Sekarang, saat ini juga, mungkin aku sedang jatuh cinta. Atau, entah apa namanya. Untuk sementara sebut saja cinta. Aku jatuh cinta padanya yang teramat putih, yang terlalu lincah gerak geriknya, gesit. Aku jatuh cinta pada indah parasnya, aduhai bodinya. Ah, entah kapan aku bisa memilikinya. Selalu, dan selalu ingin memilikinya. Memiliki dia yang teramat aku cintai, mobil Ferrari warna putih. Aku sungguh cinta mati. Benarkah ini cinta? atau obsesi belaka?

Cinta. Aku kira aku tahu di mana aku bisa menemukan cinta, merasakannya. Di sana, di suatu tempat yang slalu bisa membuatku nyaman. Saat seseorang rela berbuat apa saja untukku, untuk kebahagianku. Saat seseorang takkan pernah tega melihat ku sengsara, terluka. Di sana, di rumahku. Di hangat keluargaku. Seperti itukah cinta?

Atau di sana, di mana kutemukan ketenangan luar biasa, kebahagiaan dalam jiwa saat menghadapnya. Dia memberiku segalanya. Walau terkadang aku lupa membalasnya. Dia selalu ada, meskipun tak setiap saat aku menghadirkannya. Dia penuh kasih, tak peduli pada siapa dan bagaimana. Mereka bilang, dia maha cinta.

Cinta, cinta, dan cinta. Apa yang kau tahu tentang cinta? Apakah pengorbanan? Seperti para pahlawan yang rela mati untuk negaranya yang dicinta. Seperti yesus, yang rela disalib demi hamba-hambanya. Ataukah kesetiaan? Seperti para abdi yang begitu setia pada rajanya. Sepertiku pada klub bola kesayanganku, tak peduli menang atau kalah, aku tetap setia. Aku, tak pernah tahu apa itu cinta. Tapi yang pasti, aku merasakannya, di sana, di dalam hatiku. Dengan segenap jiwa, aku cinta.

Saturday, May 11, 2013

Rasa Entah

Sebuah rasa, entah apa.
Bukan manis, 
tapi kadang terasa manis,
terlalu manis malah.

Bukan asin, juga asam.

Bukan pula pahit, 
tapi kadang terasa manis,
walau pahitnya sangat terasa.

Rasa, entah apa.

Bukan manis, juga pahit.
Bukan pula di antaranya.
Entah, rasa apa.

Wednesday, April 24, 2013

Broken

Hey, what do you want from me?
Money? Sorry, I have no.
My heart? I have one, but it's stolen and I don't know where it is.
My soul? I forget where it has been. It must be gone so far away.
My brain? I think it's broken, it doesn't work well, I tell you,
or my mind? but I don't think that I still have this one. Someone dissolved it, then disappeared.

I have nothing to give.

My lung has stopped breathing.
My mouth, I don't know, it loses tongue, I cannot speak.
My eyes are blind, everything seems so dark, darker than the night.
My feet cannot move, too hard to step over.
My body became so weak, weaker than the weakest

I've died before the date of my death

Nothing I can hear, nothing I can feel. All become so numb and feared.

Sunday, April 14, 2013

Ekor Kucing di Bumi Manusia

Mendung masih menggelantung, menanti hujan yang tak kunjung turun. Aku menatap mereka, makhluk tuhan yang disebut manusia. Mereka menempati bangunan-bangunan berjajar yang mereka sebut rumah. Aku senang memperhatikan mereka. Setiap pagi, aku melihat mereka pergi. Menunggangi kuda besi atau kotak besar bermesin yang mereka sebut mobil. Sore hari, mereka kembali. Begitu setiap hari.

Saat sore menjelang, manusia-manusia kecil datang. Kadang berlarian mengelilingiku. Walau terkadang tak satu pun yang menghampiriku. Tapi aku tetap senang. Aku senang melihat mereka tertawa. Aku senang melihat bahagia di wajah mereka. Aku mungkin bukan siapa-siapa. Aku hanya makhluk tuhan, sama seperti mereka.

Kau tahu? hal terindah dalam hidupku adalah bisa menyaksikan makhluk-makhluk tuhan tersenyum bahagia. Aku senang saat manusia-manusia kecil itu bersembunyi, bermain-main di sampingku. Aku senang saat burung-burung bernyanyi, menari di antara daun dan batangku. Yang paling ku suka dan slalu ku rindu, saat dia, anak manusia berparas indah, duduk di dekatku.

Dia begitu berbeda. Entah dari mana asalnya, dia slalu muncul tak terduga. Duduk di sampingku seolah bercerita. Aku tak pernah melihatnya di antara rumah-rumah yang ada. Tak pernah juga ku lihat dia bermain atau bertutur sapa dengan manusia-manusia di sana. Yang aku tahu, dia slalu datang tiba-tiba, di saat petang,  sebelum senja menghilang.

Kadang dia menyentuhku. Mengelus daun-daunku, seakan menyampaikan sesuatu. Tapi bibir itu slalu membisu. Hanya dari senyum dan pancar indah matanya aku tahu. Aku tahu dia sedang berkata, bercerita   dalam tiap tatap matanya. Dia bercerita, tak hanya padaku, tapi juga pada langit, angin, awan, dan pada matahari yang beranjak tengggelam. Ah, andai aku juga manusia sepertinya, pasti kan ku ajak dia bicara. Sayangnya aku bukanlah manusia. Sekali lagi, aku hanya makhluk tuhan, sama seperti mereka.

Di sini, di tempatku berdiri, makhluk-makhuk tuhan sering bercengkrama. Memandangi hijau rumahku, menatap biru langit, menikmati semilir angin. Mereka slalu menyisahkan cerita yang berbeda. Kau dengar nyanyian burung itu, begitu sendu. Tapi lihatlah ia tetap menyanyikannya dengan nada-nada bahagia. Pun ulat berbulu itu, terlalu bersemangat menggerogoti daun sahabatku sebelum nantinya ia akan menjadi kupu-kupu. Belum lagi manusia-manusia kecil itu, begitu lucu.

Tapi, semua itu takkan berlangsung lama. Takkan ada lagi burung-burung bernyanyi di dahanku. Takkan ada lagi manusia-manusia kecil bermain di dekatku. Takkan ada lagi manusia berparas indah dengan senyumnya. Yang ada, dan semakin bertambah, manusia dan rumah-rumah mereka. Sementara aku, dan hijau rumahku, semakin hilang. Mungkin tenggelam, atau tergusur bangunan-bangunan berjuluk rumah manusia itu.

Kau tahu bumi ini milik tuhan, tempat hidup makhluk-makhluk tuhan. Aku makhluk tuhan, pun manusia, burung-burung, ulat, dan tumbuhan-tumbuhan. Tapi kenapa hijau rumahku kian menghilang, sementara rumah manusia kian bertambah dan berkembang. Apa mungkin bumi ini tak lagi milik tuhan?. Bumi telah banyak berubah. Bumi ini, bumi manusia.

Sekali lagi, aku memang bukan siapa-siapa. Aku hanya makhluk tuhan, sama seperti mereka. Aku makhluk tuhan berjenis tumbuhan. Aku hidup di hijau rumahku, di sekitar rumah-rumah manusia yang semakin banyak bertambah. Aku tak berbuah, hanya berbunga. Bungaku berwarna merah, panjang, menyerupai ekor binatang bernama kucing. Kau bisa memanggilku ekor kucing jika kau mau. Hanya ekor kucing. Ekor kucing di bumi manusia, dan mungkin tak lama lagi aku akan tiada.

Saturday, April 6, 2013

Ekor Kucing dan Sepatu Butut

Seperti Ekor Kucing dan sepatu butut itu, aku dan dirimu.
Selalu berbeda, tak pernah sama.
Tapi kita selalu bersama, dulu.
Aku suka mendengar cerita-ceritamu,
Cerita tentang kumbang dan kupu-kupu yang datang menghampirimu, dan kau suka itu. 
Cerita tentang indahnya awan dan dinginnya hujan, tentang badai, juga halilintar.
Aku selalu suka ceritamu, sepertimu yang juga senang mendengar ceritaku, walau aku tahu, aku tak pandai bercerita sepertimu.


Dulu.
Kau dan aku sering bercengkrama, menikmati hembusan angin dan percikan air hujan.
Bersama, menatap indah cakrawala. 
Kau tahu? aku selalu bahagia saat itu,
Saat kau duduk di sampingku, saat kau mau mendengarkan ceritaku.

Dulu.
Kau dan aku begitu lekat, begitu dekat.
Seperti akar yang menjulur dari tubuhmu itu, aku tak bisa jauh.
Hingga saatnya aku tahu, kau lebih bahagia bersama kumbang dan kupu-kupu

Dan aku pun tersadar, aku hanya lah sepatu butut.
Bukan kumbang yang bisa membuatmu senang,
Bukan kupu-kupu yang pandai merayu, membuatmu tersipu.
Aku memang tak punya sayap seperti kupu-kupu,
Tapi aku senang, karena dengan begitu, aku takkan pernah terbang, meninggalkannmu.

Wednesday, March 27, 2013

Karena Hidup tak Seindah Cerita FTV

Pernah nonton FTV Indonesia?? Pernah dumz, walau sekali dua kali, sering juga gak apa-apa. FTV atau Film Television memang sering banget menghiasi layar televisi kita. Bisa sehari tiga kali, malah lebih, di stasiun  TV yang berbeda atau pun yang sama. FTV sudah menjadi hiburan favorit warga indonesia, terutama remaja. Film yang berdurasi cukup pendek ini diminati karena memang ceritanya singkat, tidak panjang dan bertele-tele seperti sinetron. Kalau ibarat tulisan ni, FTV adalah cerpen, bukan cerbung. 

FTV biasanya menghadirkan cerita remaja, mulai dari remaja sekolah, kuliah, sampai yang udah kerja. Kadang bercerita tentang persahabatan dan keluarga, tapi kebanyakan sih cerita cinta. Hebohnya lagi, apa pun setting dan konflik cinta di FTV ini, akhir ceritanya pasti berujung bahagia alias happy ending. Wow, indahnya dunia bila slalu berakhir seperti cerita FTV.

Menonton FTV sama halnya menonton atau membaca dongeng Eropa, seperti Cinderella, Snow White, etc. Selain ceritanya sama-sama happy ending, tokohnya pun gak jauh-jauh beda. Ada si kaya yang jatuh cinta dengan si miskin, atau sebaliknya. Mencakup cinta borjuis ke proletar, majikan dan supirnya, tuan dan pembantunya, ningrat dan khadamnya, yang gitu-gilu lah pokoknya. Tak hanya itu, cerita si cantik dan si buruk rupa pun ada, si pintar dan si dungu, si dekil dan si super bersih, dan lain sebagainya. Yang pasti, apa pun konflik cerita cinta mereka ujung-ujungnya bakal bersatu jua, bahagia selama-lamanya. Enak bukan??!!

Cerita FTV yang ringan memang sangat pas ditonton untuk refreshing, atau sabagai hiburan di saat penat. Asal tidak dijadikan acuan hidup saja. Hahay. Karena hidup tak sesingkat dan seindah cerita-cerita di FTV. Apa pun bisa terjadi di FTV, yang tidak masuk akal sekalipun. Tapi tidak dalam dunia nyata. Semua hanya bisa dicapai dengan usaha serta doa. Itu pun kalau tercapai, kalau tidak?. Manusia masih harus sabar dan ikhlas menjalaninya. Boleh lah menjadikan FTV sebagai penyemangat menggapai mimpi, asal tidak kebablasan saja, kebanyakan menghayal misalnya. Yang ada malah bikin sakit jiwa, bahaya. ^_^

Wednesday, March 6, 2013

Eksploitasi Tuhan

Tuhanku, tuhan mereka, tuhanmu, mungkin berbeda, mungkin juga sama. Siapa tuhanku, hanya aku yang tahu. Siapa tuhanmu, kamu juga yang lebih tahu. Siapa tuhan sebenarnya?.Ah, saya hanya ingin bercerita.

You know what?!. Dua hari yang lalu saya mengunjungi pameran buku, bookfair, bazar buku, atau semacam itu lah, yang pasti tempat buku-buku dijual murah. Yang saya temui disana tidak jauh berbeda dengan perpustakaan atau toko-toko buku biasanya, dimana buku-buku berjajar, saling memamerkan judul, seperti menarik pengunjung untuk membeli atau sekedar membacanya di tempat. Judul buku yang sedikit nyentrik, atau bahkan aneh biasanya lebih sering diperhatikan.

Sengaja saya baca judul buku sebanyak itu, mencari buku yang saya perlu. Menariknya, dari sekian banyak buku, tidak sedikit buku yang menggunakan kata tuhan sebagai judulnya.Contohnya ni, masa depan tuhan, senyum tuhan, selir tuhan, sahabat tuhan, rumah tuhan, makam tuhan, sejarah tuhan,dan sebagainya. Mungkin sengaja atau tidak si penulis memakai kata tuhan sebagai bagian dari judul bukunya. Ada beberapa alasan tentunya. Satu, karena memang si buku benar-benar membahas tuhan. Dua, hanya untuk keuntungan si penulis saja, biar si buku sedikit eye catching, dan laris manis, walau sebenarnya tidak membahas tuhan dalam bukunya. Yang seperti ini ni yang pada akhirnya hanya akan membuat kecewa para pembeli dan pembaca.

Tuhan, apa dan seperti apapun itu, memang tiada habisnya untuk diperbincangkan. Selalu menarik untuk dibahas dan diperdebatkan. Melihat banyaknya buku dengan selipan kata tuhan sebagai judulnya, terutama yang  hanya memakainya untuk keuntungan semata, sepertinya tuhan telah dieksploitasi. Tapi semoga saja buku-buku tersebut memang membahas tuhan, menambah ilmu ketuhanan, bukan demi keuntungan yang berujung pada eksploitasi tuhan. Semoga. 

Thursday, February 14, 2013

Seharusnya Tak Dirasa

Mereka seperti sedang menertawakan ku, yang tak pernah menang melawan waktu.
Waktu terlalu pandai berlari, sementara aku hanya bisa merangkak, mencari alas untuk berpijak.
Setapak demi setapak, meninggalkan jejak.
Betapa ku ingin lepas, bebas, memusnahkan berat yang tak kunjung kandas.
Berat menepis bayang yang tak semestinya terbayang.
Berat membuang rasa yang tak seharusnya dirasa.
Aku lelah. Ingin ku hilangkan asa, tapi sungguh aku tak kuasa.